Kisah Nabi Hud AS bag. Kedua

Kisah, Cerita, dan Sejarah Nabi Hud AS - " Untuk apa upah dari dirimu, aku menjalankan tugasku ini semata-mata karena Allah Ta'ala. Dan tiada yang memberi upah pada saya melainkan Allah yaitu Dzat yang menjadikan saya. Tidakkah kamu berpikir sebelumnya, "kata nabi Hud menambahi. Ketika mendengar jawaban yang diberikan nabi Hud kepada pemimpin kaum Ad, maka merah padamlah mukanya. Namun ketika hendak mencabut pedangnya guna menghabisi nabi Hud terasa sekali betapa sulitnya untuk mengeluarkannya dari sarungnya.
 
Hal ini membuat keraguan dalam hatinya. la bertanya dalam hati mungkin Hud adalah utusan Allah yang sebenarnya. Namun pikiran itu segera ditepisnya jauh-jauh, karena jika ia mengakui kenabian Hud berarti tidak bisa mempertahankan pendapatnya selama ini.
 
Dengan cepat pemimpin kaum Ad itu pergi meninggalkan kerumunan masa diikuti mereka yang kafir. Nabi Hud kemudian meneruskan dakwahnya pada masyarakat yang mulai terbuka hatinya untuk mengikuti ajaran agama.
 
Setelah mendapat keterangan mengenai ajaran yang dibawa nabi Hud itu benar, akhirnya sebagian dari mereka menyatakan masuk ke dalam ajaran itu. Sedangkan yang separuhnya lagi masih belum percaya dengan ucapan dan keterangan nabi Hud. Dengan demikian bertambahlah lagi pengikut nabi Hud.
 
Nabi Hud mengajari mereka dengan keimanan dan ketaqwaan. Nabi Hud tetap berpesan agar tidak menyembah berhala-berhala. Sebab berhala itu tidak dapat menolong kesulitan mereka.
 
Meskipun sudah mendapat pengikut yang agak banyak, nabi Hud tetap berdakwah dan mengajak kaum Ad yang belum sadar. Namun ajakan nabi Hud mendapat ejekan dan hinaan. Mereka menyebutnya bahwa nabi Hud telah gila. Hal ini sesuai dengan Al Qur'an surat Hud ayat 54:

Surat Hud ayat 54
 
Artinya: " Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu". (Hud: 54)
 
Setelah usaha untuk mengembalikan kaum Ad pada jalan kebenaran tidak membawa hasil, ahkhirnya nabi Hud mengadukan semua yang dialaminya kepada Allah.
 
" Wahai Allah, sesungguhnya aku telah melaksanakan tugasku untuk membenahi akhlak kaum Ad. Namun apa balasan mereka terhadapku. Aku mohon kepada-Mu, bukalah pintu hati mereka sehingga mau menerima ajaranku".
 
Nabi Hud tidak mau berdoa yang bersifat mencelakakan kaum Ad. Bisa kita bayangkan bagaimana luhurnya hati nabi Hud.
 
1. Allah Menurunkan Azabnya
Setelah peringatan-peringatan yang diberikan nabi Hud tidak dihiraukan kaurn Ad sama sekali, semua keputusan diserahkan sepenuhnya kepada Allah. Meskipun demikian beliau tak bosan menyeru pada kaum Ad untuk menyembah Allah dan meninggalkan berhala-berhala sebagai tuhan mereka.
 
Namun mereka semakin berbuat kerusakan di muka bumi. Setiap kali mendapat peringatan nabi Hud, mereka malah berbuat sombong dan durhaka. Bahkan mereka tetap menolak untuk mengakui bahwa Hud merupakan utusan Allah.
 
Di tengah-tengah bejatnya moral yang sudah memuncak ini nabi Hud berdoa: "Ya Allah, sekiranya Engkau membuat mereka jera dengan adanya kemarau panjang kemungkinan besar mereka percaya ajaranku". Doa nabi Hud di tengah malam. Sebab beliau mengira bahwa dengan adanya musim kemarau panjang berarti harta mereka akan ludes dan dapat insyaf kembali. Tuhan Maha Mendengar sehingga permintaan utusan-Nya dikabulkan.
 
Kemarau yang merupakan azab Allah bagi kaum Ad rasanya tiada berkesudahan. Terik matahari yang membakar bumi tidak dapat menghidupkan tanaman, sehingga sumber penghasilan kaum Ad sudah tidak ada lagi. Musim kemarau ini sungguh dahsyat sebab semua harta yang telah dikumpulkan kaum Ad sedikit demi sedikit mulai kikis. Hal ini disebabkan untuk menutup kebutuhan sehari-harinya sehingga lama-kelamaan harta tersebut habis.
 
Di saat demikian nabi Hud tetap berdakwah dan tetap mengajak kaum Ad untuk meminta pertolongan kepada Allah. Beliau tidak merasa bosan dan putus asa meskipun mendapat rintangan dalam dakwahnya. Dalam hatinya, beliau bersyukur kepada Allah benar-benar menurunkan peringatan berupa kemarau panjang ini.
 
Melihat dan merasakan kemarau seperti itu, pemimpin dan kaum Ad pergi ke rumah penyembahan. Di situ terdapat beberapa berhala yang sebelumnya dijadikan untuk meminta pertolongan dan meminta keselamatan. Nabi Hud juga ikut di dalamnya.
 
" Wahai tuhan Shada, tuhan shamud dan Al-haba. Janganlah kalian mengutuk kami sehingga semua tanaman sebagai sumber penghidupan tidak dapat mengeluarkan buahnya, "kata pemimpin kaum Ad yang diikuti kaumnya. Suaranya tidak lebih dari ribuan tawon yang sedang terbang. Kemudian pemimpin itu menyalakan dupa dan rnenaruhnya di depan berhala. Hal ini diikuti pula oleh kaumnya. Melihat hal ini nabi Hud tertawa dalam hati. Mana mungkin tuhanmu akan (dapat) menolong kalian.
 
" Wahai tuhan kami, hentikanlah kemurkaanmu. Sungguh kami tidak tahan dengan penderitaan ini, "keluh pernimpin kaum Ad. Kemudian mereka menundukkan kepalanya secara bersamaan untuk menghormati berhala itu. Setelah itu mereka perlahan-lahan beranjak dari tempat penyembahan. Di saat inilah nabi Hud berbicara dengan suara menggelegar sehingga semua yang hadir terkejut. Sebab di dalam rumah penyembahan tidak diperkenankan berbicara dengan suara agak nyaring.
 
" Wahai saudaraku. Mengapa kalian tetap menyembah berhala yang terbuat dari batu itu. Apakah kau tidak mengerti jika batu itu tidak mendengar apalagi menolongmu, "kata nabi Hud.
 
" Panas yang demikian terik bukanlah kutukan berhala dungu itu, namun ini sebagai peringatan Tuhan yang aku sembah agar kalian tidak menyekutukan-Nya. Jika kalian berdoa minta pertolongan-Nya, niscaya Allah akan menolongmu, "kata nabi Hud menambahkannya. Nabi Hud berharap dengan adanya musim kemarau seperti ini pasti membuat kaum Ad yang durhaka akan mau mengikuti ajarannya
 
" Wahai Hud, mengapa kau datang ke tempat ini, karena semua ulahmu sehingga tuhan kami menurunkan kemarau yang begitu hebat. Jika kau tidak menghentikan ocehanmu, maka kami tidak segan-segan menghabisimu, ''kata pemimpin kaum Ad setelah mengetahui kedatangan nabi Hud dan mendengarkan ucapannya. Mereka tetap menganggap, jika kemarau itu adalah kutukan dari berhala-berhala yang disembahnya.
 
" Wahai saudaraku, aku sudah berulang kali mengatakan pada kalian, sembahlah Allah. Sebab aku khawatir azab yang diturunkan-Nya pada kita lebih hebat dari azab kaum Nuh. Mungkin ini awal dari azab itu. Untuk itulah aku mengajak kalian bertaqwa dan menyembah Allah, "kata nabi Hud dengan suara datar. Meskipun demikian semua kaum Ad dan pemimpinnya tidak mau lagi mendengarkan ucapan Nabi Hud. Mereka malah ngeloyor pergi begitu saja dengan membawa kekesalan.
 
Menurut sejarah, kemarau yang diturunkan Allah kepada kaum Ad kurang lebih tiga tahun. Dalam waktu itu tidak ada setetes embun yang jatuh. Hal ini membuat semua sumber air tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Waktu itu bumi betul-betul kering dan tandus.
 
Dalam keadaan seperti ini kaum Ad sudah berputus asa dan hendak mencari tempat yang lebih subur. Namun semua rencana ini gagal sebab keledai dan unta yang hendak dijadikan kendaraannya sudah tidak mampu lagi berjalan jauh sebab makanan yang diberikan tuannya bukanlah rumput segar lagi. Karena itulah rencana ini gagal.
 
Suatu malam nabi Hud didatangi malaikat yang memberi tahukan bahwa sebentar lagi azab Allah akan datang. Malaikat itu berpesan pada nabi Hud agar segera meninggalkan perkampungannya bersama pengikutnya.
 
Malam itu juga nabi Hud mengumpulkan orang-orang beriman dan mengajak pergi dari perkampungan. Mereka menuju ke Hadratul Makkah. Malam semakin larut dan nabi Hud bersama pengikutnya sudah jauh meninggalkan wilayahnya, maka datanglah angin topan. Angin ini berhawa dingin dan menerjang wilayah Ad. Ternak-ternak kaum Ad bergelimpangan. Begitu pula bangunan yang dibanggakan selama ini.
 
Setelah itu orang-orang yang menentang ajaran nabi Hud di hancurkan juga. Mereka seperti kapas yang berterbangan. Di saat itulah mereka sadar bahwa ajaran dan ancaman nabi Hud telah terbukti. Mereka menyebut-nyebut nama Hud dan memanggilnya. Namun penyesalan tinggal penyesalan sebab nabi Hud sudah berada di daerah yang jauh dan Allah tidak menerima penyesalan mereka lagi.
 
Dalam Al Qur'an surat Al Haqqoh ayat 6 sampai ayat 8 telah diterangkan mengenai azab yang menimpa kaum Ad, kaum yang durhaka. Bunyi surat tersebut ialah :
 
Surat Al Haqqoh ayat 6-8
 
" Adapun kaum Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin kencang dan amat dingin. Allah yang melimpahkan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus menerus. Maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorangpun yang tinggal di antara mereka". (Al Haqqoh : 6-8)
 
Dalam hal ini Allah mengumpamakan kaum Ad seperti pohon yang telah lapuk. Artinya mereka tidak berdaya sama sekali ketika menghadapi azab yang maha dahsyat itu. Arti lain ialah orang-orang kaum Ad merasa dirinya pandai, gagah dan kuat seperti pohon yang berdiri tegar. Namun setelah menerima azab yang hebat itu mereka tidak mampu menahannya.
 
Dalam surat Adz-Dzariyat ayat 41 sampai 43 juga diterangkan mengenai kehancuran kaum Ad. Adapun artinya ialah sebagai berikut:
 
" Dan juga pada (kisah) 'Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan, angin itu tidak membiarkan satupun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk". (Adz-Dzariyat : 41-42)

Sungguh hebat azab Allah sehingga membinasakan seluruh wilayah negeri. Mengingat hal ini maka nabi Hud dan semua pengikutnya yang beriman tidak lagi menempatinya melainkan pergi ke negeri yang baru, yaitu Hadramaut Makkah. Di sana beliau menyebarkan ajarannya dan bertambah banyak pula pengikutnya. Di sana pula beliau wafat dan dimakamkan.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Kisah Nabi Hud AS bag. Kedua